PETUNJUK PELAKSANAAN PENYUSUNAN
LAPORAN
AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN
ORGANISASI/KERJA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, mewajibkan setiap instansi
pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara untuk
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan
pengelolaan sumberdaya, pelaksanaan kebijakan, dan program dengan menyusun
laporan akuntabilitas melalui proses penyusunan rencana stratejik, rencana
kinerja, dan pengukuran kinerja;
2. Laporan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah disampaikan kepada atasan masing-masing, serta kepada lembaga
penilai/evaluasi akuntabilitas kinerja, yang akhirnya kepada Presiden;
3. Laporan tersebut menggambarkan kinerja
instansi pemerintah sebagai media pertanggungjawaban dalam Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan berperan sebagai alat kendali dan
penilai kualitas kinerja serta alat pendorong terwujudnya good governance dalam
perspektif yang lebih luas. Untuk maksud tersebut di Kementerian Agama telah
ditetapkan Keputusan Menteri Agama Nomor 507 Tahun 2003 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Satuan Organisasi/Kerja Di
lingkungan Kementerian Agama dan Instruksi Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2003
tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Agama Nomor 507 Tahun 2003 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Satuan
Organisasi/Kerja Di Lingkungan Kementerian;
4. Sesuai dengan dinamika perkembangan yang
terjadi untuk mencapai efisien dan efektifitas Keputusan Menteri Agama Nomor 1
Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tutas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Agama yang telah
disempurnakan dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama;
5. Sehubungan dengan hal tersebut dipandang perlu
menyempurnakan Keputusan Menteri Agama Nomor 507 Tahun 2003 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Satuan Organisasi/Kerja di
lingkungan Kementerian Agama.
B. Tujuan
1. Tujuan
Petunjuk Pelaksanaan
Petunjuk pelaksanaan ini dimaksudkan
sebagai acuan bagi Pimpinan satuan organisasi/kerja di lingkungan Kementerian Kementerian
Agama Pusat dan Daerah dalam menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja
masing-masing.
2. Tujuan
penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja adalah:
a. Sebagai
sarana evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi satuan organisasi/kerja;
b. Sebagai
ukuran tingkat keberhasilan/kegagalan satuan organisasi/kerja dalam mengemban
tugas, wewenang, dan tanggung jawab;
c. Sebagai
alat untuk mengetahui dan memperbaiki/menyempurnakan kelemahan/ kekurangan
dalam pencapaian sasaran satuan organisasi/kerja dalam menjalankan tugas dan
fungsinya;
d. Sebagai
sarana pemantau dan peringatan dini terjadinya penyimpangan dalam menjalankan
tugas dan fungsi satuan organisasi/kerja;
e. Sebagai
alat pembanding antara hasil yang dapat dicapai dan yang harus dicapai;
f. Sebagai
bahan pertimbangan dalam penyempurnaan/penataan organisasi, kepegawaian, dan
ketatalaksanaan, serta pengendalian sistem perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan.
C. Ruang Lingkup
Petunjuk Pelaksanaan ini menjelaskan tentang
teknik dan tata cara penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja yang meliputi
rencana stratejik, rencana kinerja tahunan, pengukuran kinerja kegiatan,
pengukuran pencapaian sasaran, dan pelaporan kinerja setiap satuan
organisasi/kerja di lingkungan Kementerian Agama Pusat dan Daerah.
D. Pengertian
Dalam Petunjuk Pelaksanaan ini yang
dimaksud dengan:
1. Organisasi adalah bentuk kerjasama sekelompok
orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara efektif dan efisien.
2. Satuan Organisasi adalah bagian dari suatu
organisasi yang menyelenggarakan kegiatan-kegiatan administrasi dalam arti
terbatas yang di dalamnya terdapat pejabat-pejabat yang mengurusi administrasi
kepegawaian, keuangan dan umum.
3. Satuan Kerja adalah satuan-satuan di bawah
satuan organisasi yang melaksanakan administrasi tertentu dan tidak memenuhi
unsur-unsur yang menangani administrasi kepegawaian, keuangan, dan umum.
4. Akuntabilitas adalah kewajiban untuk
menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak
yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban.
5. Kinerja Satuan Organisasi/Kerja adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran atau tujuan sebagai penjabaran
dari visi, misi, dan strategi satuan organisasi/kerja yang mengindikasikan
tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan
program dan kebijakan yang ditetapkan.
6. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(AKIP) adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi
dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem
pertanggungjawaban secara periodik.
7. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP) adalah instrumen yang terdiri dari berbagai komponen yang
merupakan satu kesatuan, yaitu perencanaan stratejik, perencanaan kinerja,
pengukuran kinerja, dan pelaporan kinerja yang digunakan oleh setiap satuan
organisasi/kerja dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan visi dan misinya.
8. Rencana Stratejik adalah suatu proses
perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu
1 (satu) sampai 5 (lima) tahun yang disusun secara sistematis dan
berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada
atau yang mungkin timbul. Proses ini menghasilkan suatu rencana stratejik
satuan organisasi/kerja, yang setidaknya memuat visi, misi, tujuan, sasaran,
strateji (kebijakan dan program) serta ukuran keberhasilan dan kegagalan dalam
pelaksanaannya.
9. Rencana Kinerja adalah proses penetapan
kegiatan tahunan dan indikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan
sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana stratejik. Hasil dari proses ini
berupa rencana kinerja tahunan (RKT).
10. Pengukuran
Kinerja adalah proses sistematis dan berkesinambungan untuk menilai
keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program,
kebijakan, sasaran, dan tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi,
misi, dan stratejik satuan organisasi/kerja. Selanjutnya dilakukan pula
analisis akuntabilitas kinerja yang meng-gambarkan keterkaitan pencapaian
kinerja kegiatan dengan program dan kebijakan.
11. Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah dokumen yang berisi
gambaran perwujudan AKIP yang disusun dan disampaikan secara sistematik dan
melembaga.
12. Petunjuk
Pelaksanaan Laporan Akuntabilitas Kinerja Satuan Organisasi/Kerja di lingkungan
Kementerian Agama adalah petunjuk yang digunakan oleh Pimpinan satuan
organisasi/kerja di lingkungan Kementerian Agama dalam menyusun Laporan
Akuntabilitas Kinerja masing-masing untuk mengetahui dan menilai
keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan/ program/kebijakan sesuai dengan
sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi
satuan organisasi/kerja di lingkungan Kementerian Agama.
E. Keterpaduan Penyusunan SAKIP dengan Sistem
Perencanaan, Sistem Pelaksanaan, dan Sistem Pengawasan
Agar SAKIP dapat terwujud dengan baik diperlukan
adanya keterpaduan sistem antar unit pelaksana tugas di Departemen Agama,
yaitu:
1. Keterpaduan
dengan Sistem Perencanaan
Setiap satuan organisasi/kerja di lingkungan Kementerian
Agama Pusat dan Daerah dalam menerapkan sistem perencanaan agar merujuk kepada
SAKIP yaitu dalam merumuskan program, kegiatan, dan alokasi anggaran diarahkan
kepada penyusunan anggaran berbasis kinerja yaitu kegiatan yang banyak
memberikan kontribusi terhadap pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran.
2. Keterpaduan
dengan Sistem Pelaksanaan
Setiap satuan organisasi/kerja di lingkungan Kementerian
Agama Pusat dan Daerah dalam menerapkan sistem pelaksanaan agar merujuk kepada
SAKIP yaitu dalam melaksanakan kegiatan harus transparan, partisipatif, dan
akuntabel.
3. Keterpaduan
dengan Sistem Pengawasan Inspektorat Jenderal dan pimpinan satuan organisasi/kerja
di lingkungan Kementerian Agama Pusat dan Daerah dalam menerapkan sistem
pengawasan agar merujuk kepada SAKIP yaitu proses pengawasan diarahkan untuk
menilai tujuan, sasaran, kebijakan, program dan kegiatan yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan guna pencapaian visi dan misi organsiasi. Selanjutnya
dapat memberikan kredibilitas dan legalitas kearah terciptanya aparatur yang
bebas dari KKN dan pemerintahan yang baik (good governance).
F. Persyaratan Pelaksanaan SAKIP
Pelaksanaan SAKIP harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Adanya
komitmen dari pimpinan dan seluruh pegawai yang bersangkutan;
2. Adanya
keterpaduan antara sistem perencanaan, sistem pelaksanaan, dan sistem
pengawasan;
3. Dapat
menjamin penggunaan sumber-sumber daya yang konsisten dengan asas-asas umum
penyelenggaraan negara;
4. Menunjukkan
tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan;
5. Berorientasi
pada pencapaian visi dan misi, serta hasil dan manfaat yang diperoleh;
6. Jujur,
obyektif, transparan, dan akurat;
7. Menyajikan
keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan.
BAB II
PENYUSUNAN RENCANA STRATEJIK
Dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (SAKIP), perencanaan stratejik (Renstra) merupakan langkah
awal yang harus dilakukan oleh setiap satuan organisasi/kerja agar mampu
menjawab tuntutan lingkungan strateji lokal, nasional, regional, dan global
dengan tetap berada dalam tatanan Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Melalui pendekatan perencanaan stratejik yang jelas dan sinergis
satuan organisasi/kerja lebih dapat menyelaraskan visi dan misinya dengan
potensi, peluang, dan kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan
akuntabilitas kinerjanya. Penyusunan Renstra meliputi penyusunan visi, misi,
tujuan, sasaran (uraian dan indikator), dan strateji (kebijakan dan program);
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
A. Perumusan Visi
1. Visi
adalah cara pandang jauh ke depan atau gambaran menantang tentang keadaan masa
depan kemana satuan organisasi/kerja harus dibawa dan diarahkan agar dapat
secara konsisten dan tetap eksis, antisipatif, inovatif, serta produktif dan
berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan.
2. Teknik perumusan visi:
a. meninjau
kembali masalah yang dihadapi, baik internal maupun eksternal dengan pendekatan
analisis SWOT;
b. melibatkan
seluruh anggota satuan organisasi/kerja untuk memberikan partisipasi (sharing)
secara maksimal sesuai dengan kemampuannya;
c. menumbuhkan
sikap rasa memiliki (melu handarbeni/sense of bellonging);
d. mengakomodasi
cita-cita dan keinginan seluruh anggota satuan organisasi/kerja.
3. Prosedur perumusan visi:
a. menginventarisasi
rumusan tugas satuan organisasi/kerja;
b. rumusan
tugas satuan organisasi/kerja dirumuskan kembali menjadi konsep rumusan visi;
c. konsep
rumusan visi didiskusikan dengan seluruh anggota satuan organisasi/kerja;
d. rumusan
visi satuan organisasi/kerja dikomunikasikan dengan pihak terkait (stakeholders);
e. ketetapan
rumusan visi satuan organisasi/kerja sehingga menjadi milik seluruh anggota
satuan organisasi/kerja.
4. Kriteria visi:
a. rumusannya
harus jelas, singkat, padat dan mengacu kepada rumusan tugas satuan
organisasi/kerja;
b. rumusannya
mudah diingat oleh anggota satuan organisasi/kerja;
c. mencerminkan
sesuatu yang ingin dicapai satuan organisasi/kerja dalam jangka panjang dan
tidak mengabaikan perkembangan zaman;
d. memberikan
arah dan fokus strateji yang jelas;
e. mampu
menjadi perekat dan menyatukan berbagai gagasan stratejik para anggota yang
terdapat dalam satuan organisasi/kerja;
f. dapat
dikomunikasikan dan dimengerti oleh seluruh anggota satuan organisasi/kerja;
g. memiliki
orientasi terhadap masa depan;
h. mampu
menumbuhkan komitmen seluruh anggota satuan organisasi/kerja;
i. mampu
menjamin kesinambungan kepemimpinan satuan organisasi/kerja dan menjembatani
keadaan sekarang dan keadaan masa depan.
5. Visi
ditetapkan oleh pimpinan satuan organisasi/kerja.
6. Visi
satuan organisasi/kerja tidak boleh bertentangan dengan visi satuan organisasi/kerja
di atasnya.
B. Perumusan Misi
1. Misi adalah kegiatan yang harus
dilaksanakan oleh satuan organisasi/kerja untuk merealisasikan visi yang telah
ditetapkan.
2. Teknik perumusan misi:
a. meninjau
kembali masalah yang dihadapi, baik internal maupun eksternal dengan pendekatan
analisis SWOT;
b. melibatkan
seluruh anggota satuan organisasi/kerja untuk memberikan partisipasi (sharing)
secara maksimal sesuai dengan kemampuannya;
c. menumbuhkan
sikap rasa memiliki (melu handarbeni/sense of bellonging);
d. mengakomodasi
cita-cita dan keinginan seluruh anggota satuan organisasi/kerja.
3. Prosedur perumusan misi:
a. menginventarisasi
rumusan fungsi satuan organisasi/kerja;
b. rumusan
fungsi satuan organisasi/kerja dirumuskan kembali menjadi konsep rumusan misi;
c. konsep
rumusan misi didiskusikan dengan seluruh anggota satuan organisasi/kerja;
d. rumusan
misi satuan organisasi/kerja dikomunikasikan dengan stakeholders;
e. tetapkan
rumusan misi satuan organisasi/kerja sehingga menjadi milik seluruh anggota
satuan organisasi/kerja.
4. Kriteria misi:
a. rumusannya sejalan dengan visi satuan
organisasi/kerja;
b. rumusannya simple, jelas dan tidak berdwimakna;
c. rumusannya menggambarkan pekerjaan atau
fungsi yang harus dilaksanakan;
d. rumusannya mudah diingat oleh anggota
satuan organisasi/kerja;
e. dapat dilaksanakan dalam jangka waktu
tertentu;
f. memungkinkan untuk
perubahan/penyesuaian dengan perkembangan/perubahan visi.
5. Misi ditetapkan oleh pimpinan satuan
organisasi/kerja.
6. Misi satuan organisasi/kerja tidak
boleh bertentangan dengan misi satuan organisasi/kerja di atasnya.
C. Perumusan Tujuan
1. Tujuan adalah sesuatu (apa) yang akan
dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 5 (lima) tahunan.
2. Teknik perumusan tujuan:
a. menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
peluang;
b. meminimalkan kelemahan untuk
memanfaatkan peluang;
c. menggunakan kekuatan untuk mengatasi
hambatan;
d. meminimalkan kelemahan untuk
menghindari hambatan.
3. Kriteria tujuan:
a. ditetapkan dengan mengacu kepada
rumusan visi dan misi;
b. dapat dinyatakan dalam bentuk
kuantitatif atau kualitatif;
c. mengarahkan penetapan sasaran, kebijakan,
program, dan kegiatan dalam rangka merealisasikan misi;
d. menggambarkan hasil-hasil yang ingin
dicapai satuan organisasi/kerja;
e. realistis dan dapat dicapai.
4. Tujuan ditetapkan oleh pimpinan satuan
organisasi/kerja.
5. Tujuan satuan organisasi/kerja tidak
boleh bertentangan dengan tujuan satuan organisasi/kerja di atasnya.
D. Penetapan Sasaran
1. Sasaran adalah hasil yang akan dicapai
secara nyata oleh satuan organisasi/kerja dalam rumusan yang lebih spesifik,
terukur untuk kurun waktu yang lebih pendek dari tujuan;
2. Kriteria sasaran:
a. merupakan
penjabaran dari tujuan;
b. dapat
dicapai dalam kurun waktu tertentu secara berkesinambungan;
c. dapat
dinilai dan terukur;
d. berorientasi
pada hasil yang ingin dicapai;
e. memiliki
indikator sasaran yaitu ukuran tingkat keberhasilan pencapaian sasaran. Indikator
ini dapat berupa keluaran (outputs) atau hasil (outcomes). Setiap
sasaran dapat memiliki lebih dari satu indikator sasaran.
E. Penyusunan Stratejik
Strateji adalah cara mencapai tujuan dan sasaran
yang dijabarkan dalam bentuk:
1. Kebijakan
a. Kebijakan
adalah ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh yang berwenang untuk
dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk dalam pengembangan ataupun
pelaksanaan program/kegiatan guna tercapainya kelancaran dan keterpaduan dalam
perwujudan sasaran, tujuan, misi, dan visi satuan organisasi/kerja.
b. Kriteria
kebijakan:
1) mengatur mekanisme untuk mencapai
tujuan dan sasaran;
2) ditetapkan melalui kajian yang memadai
dan masuk akal;
3) mempertimbangkan prediksi masa depan;
4) mengarahkan pejabat dalam melaksanakan
kegiatan dan mengimplementasikan keputusan.
2. Program
a. Program
adalah kumpulan kegiatan yang sistematis dan terpadu untuk mendapatkan hasil
yang dilaksanakan oleh satuan organisasi/kerja ataupun dalam rangka kerjasama
dengan masyarakat, guna mencapai sasaran tertentu.
b. Kriteria
program:
1) mengacu
kepada GBHN, Propenas, dan Renstra satuan organisasi/kerja di atasnya;
2) memperhatikan
skala prioritas dan berdampak dalam pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran;
3) bukan
hanya pengulangan kegiatan yang lampau tetapi yang terkait dengan masa kini dan
masa yang akan datang.
Penyusunan Renstra menggunakan alat bantu berupa
formulir Rencana Stratejik (RS) sebagai berikut:
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1.
Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia;
2.
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah;
3.
Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian
Agama
Provinsi dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
(disempurnakan);
4.
Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama;
5.
Peraturan Menteri Agama Nomor 21 Tahun 2006 tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Satuan
Organisasi/Kerja di lingkungan Kementerian
Agama;
6.
Instruksi Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Peraturan Menteri Agama Nomor 21
Tahun 2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan
Laporan Akuntabilitas
Kinerja Satuan Organisasi/Kerja di lingkungan
Kementerian
Agama.
0 comments:
Posting Komentar
Kritik membangun silahkan, Jangan menebar Fitnah, Gunakan Bahasa Yang Baik dan Sopan, Itu Cermin Pribadi Anda ....