EKSISTENSI MADRASAH DI ERA MODERN
Masyarakat kita saat ini sudah modern dan maju dalam banyak segi kehidupan terutama sosial budaya. Saat ini tolak ukur masyarakat dalam memandang nilai-nilai budaya sudah semakin jelas dan mengerucut pada pemenuhan kebutuhan material semata yang dalam hal ini diwakili oleh atau atas nama kepentingan ’ekonomi’. Padahal sejujurnya dan yang selalu kita dengung-dengungkan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang bermoral, beradab dan berbudaya, atau lebih tegasnya bangsa yang religius. Ini tampak jelas pada sila pertama dan kedua dalam Pancasila yang merupakan dasar negara ini.
Di era yang sudah modern ini, madrasah sebagai lembaga pendidikan yang mengedepankan moralitas dan nilai-nilai keagamaan sebagai basis konsentrasi pengembangan pendidikannya masih dipandang sebelah mata oleh kebanyakan masyarakat kita, mereka lebih memilih untuk menyekolahkan putra-putri mereka di sekolah umum yang dianggap lebih jelas dan lebih terarah tujuan pendidikannya. Lemahnya eksistensi madrasah atau pendidikan keagamaan pada umumnya merupakan sebuah akibat dari kelemahan sistemik yang dibangun oleh negara ini pada sektor pendidikan. Merujuk pada akar sejarah munculnya madrasah adalah sebagai reaksi atas pola pendidikan yang dibangun oleh pemerintahan Belanda di zaman penjajahan, maka sudah seharusnya kita merefleksikan kembali spirit tersebut dalam mengembangkan madrasah. Dengan tugas utama meraih kembali citra positif sebagai model pendidikan lokal yang kental dengan nuansa lokal dan tentunya seiring sejalan dengan karakter kebangsaan Indonesia sebagai bangsa yang bermoral. Karena pendidikan pada hakikatnya adalah proses pembentukan watak individu, maka lembaga pendidikan sudah semestinya menjadi lingkungan positif bagi pertumbuhan watak generasi bangsa ini, bukan semata menjadi training center untuk memenuhi kebutuhan industri atau lapangan pekerjaan yang juga belum cukup signifikan keberadaannya sebagai penopang struktur ekonomi kebangsaan.
Medidik generasi adalah merencanakan apa dan bagaimana bentuk generasi mendatang serta disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Berangkat dari cita-cita pembentukan negara ini demikianlah seharusnya generasi bangsa diproses dalam dunia pendidikan yang melliputi pembentukan karakter, pengembangan potensi, dan eksplorasi sumberdaya manusia. Tiga tahapan inilah yang seharusnya diletakkan secara simbang satu sama lain dalam rangka memenuhi keseimbangan unsur pendidikan rohani dan jasmani, pendidikan ukhrowi dan duniawi.
Saat ini jika kita kembali pada kenyataan bahwa madrasah kita masih memiliki banyak kesan ’negatif’ dalam perspektif masyarakat modern, maka perlu kita rumuskan kembali pengertian modernitas dalam perspektif pendidikan untuk kemudian mengaransemen kembali tata laksana pendidikan yang seharusnya diterapkan bagi generasi kita, khususnya pendidikan keagamaan sebagai basis ide model pendidikan madrasah.
Beberapa konsep pengembangan yang pada mulanya menjadi ciri khas dari madrasah saat ini perlahan hilang dan beralih –dengan sedikit modifikasi– menjadi ciri sekolah-sekolah yang mengambil klaim umum, hal ini disadari atau tidak bukan semata mengakibatkan degradasi nilai madrasah akan tetapi juga mengikis keabsahan madrasah sebagai cikal bakal model pendidikan yang secara historis melekat dengan bangsa Indonesia, karena madrasah bukan ciptaan Belanda dan juga bukan buatan Jepang tetapi hasil ijtihad para ulama madrasah dalam menjembatani kepentingan masyarakat dengan dunia pendidikan dan pemerintah pada saat itu. Atau setidaknya kalaupun model madrasah akan tetap bertahan dalam desakan modernitas sosial dan budaya masyarakat maka nilai-nilai keagamaan yang menjadi landasan utama kurikulum madrasah akan terdegradasi.
Di antara dua sisi kecenderungan inilah kondisi madrasah saat ini mengikuti perubahan mutlak dan tercerabut dari akar historisnya atau bertahan dan tertinggal dari model pendidikan lainnya karena dianggap tidak mampu merespon kebutuhan masyarakat modern. Mengingat betapa kuatnya tarikan ideologis antar keduanya dan untuk tidak kembali terjebak pada perseteruan ide yang tidak produktif, madrasah harus bisa diposisikan sebagai institusi netral yang tidak terbebani oleh hegemoni masa lalu dan juga kepentingan modernitas. Kebijakan dan langkah-langkah yang diambil oleh semua pihak baik pemerintah ataupun pengelola harus dilakukan dalam koridor penguatan internal kelembagaan sebagai modal dasar penguatan basis ide dan konseptualisasi model pengembangan madrasah.
0 comments:
Posting Komentar
Kritik membangun silahkan, Jangan menebar Fitnah, Gunakan Bahasa Yang Baik dan Sopan, Itu Cermin Pribadi Anda ....