Sarasehan FKUB Episode II Kemenag Gunungkidul

Pada hari Rabu tangal 13 Juni 2012 bertempat di desa Sampang kecamatan Gedangsari kabupaten Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul Kembali Menggelar Kegiatan Sarasehan Forum Kerukunan Umat Beragama Sebagai Tindak Lanjut Sarasehan Episode I di Kecamatan Gedangsari yang dilaksanakan di Aula KUA Kecamatan Gedangsari Pada Bulan Mei 2012 yang lalu. Sarasehan Episode II kali ini bertema " Menggali kearifan lokal dalam penyelesaian konflik sosial ", Hadir dalam kegiatan ini Kepala Kemenag Kab. Gunungkidul, Kepala Subbag Tata Usaha Kemenag Gunungkidul, Camat Gedang sari, Kepala Desa Sampang  Tokoh Lima Agama, Pengurus FKUB, Danramil Gedangsari, Kapolsek Gedang sari, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat Desa Sampang . 


Acara di mulai pada pukul 08.30 dibuka oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul Drs. H. Masdjuri, M.Si, Bertindak sebagai moderator Beliau Bapak Kepala Subbag Tata Usaha Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul Drs. H. Sadmonodadi, M.A . Kepala Kankemenag menyampaikan bahwa pemeliharaan kerukunan umat beragama merupakan upaya bersama umat beragama dan pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama. Dengan demikian, maka umat beragama bukanlah objek melainkan subjek di dalam upaya pemeliharaan kerukunan. Perlu kami tegaskan bahwa FKUB bukan dibentuk oleh pemerintah, tetapi dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi pemerintah. Dalam hal persoalan ibadah, ada sebagian masyarakat yang bertanya mengapa masalah agama diatur oleh pemerintah? Padahal itu masuk dalam wilayah kebebasan beragama yang disebut pasal 29 UUD 1945? Maka perlu dijelaskan bahwa pemerintah tidak mengatur doktrin agama, tetapi mengatur tentang lalu lintas hubungan antar pemeluk agama sebagai sesama warga negara Indonesia dalam mengamalkan ajarannya dengan tetap berorientasi pada terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa". 


Camat kecamatan Gedangsari Huntoro Purbo Wargono, SH sebagai narasumber menyampaikan bahwa Ungkapan-ungkapan dalam bahasa Jawa mengandung banyak nilai ajaran moral yang mungkin bisa diterima oleh etnis lain. Nilai-nilai itu antara lain (a) ungkapan yang menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan, (b)ungkapan yang menggambarkan hubungan manusia dengan manusia, (c) ungkapan yang menggambarkan sikap dan pandangan hidup, (d) ungkapan yang menggambarkan tekad kuat.  Di samping itu, ada ungkapan yang mencerminkan sikap yang buruk dan tidak perlu dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Budaya dalam wujudnya dapat berupa budaya materi dan nonmateri. Keduanya menjadi alat perekat masyarakat. Budaya dapat diamati melalui unsur bahasa, antara lain melalui kosakata dan ungkapan-ungkapannya. Konsep nilai budaya materi dianggap bernilai tinggi bila dibandingkan dengan budaya nonmateri (cara berpikir, cara memandang sesuatu) pada zamannya.
Deretan ungkapan-ungkapan yang mengandung makna kearifan lokal tersebut di atas hanya sekedar contoh dan hanya sebagian kecil dari kearifan lokal yang tumbuh dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Karena itu kita masih bisa menggali lebih banyak lagi dan menambah daftar panjang kearifan-kearifan lokal lainnya yang terdapat di lingkungan masyarakat kita. Dengan harapan bahwa kecenderungan sekarang dimana konsep nilai budaya nonmateri semakin pudar karena pengaruh konsep kehidupan materi yang dianggap sebagai ciri kebudayaan modern, sedikit demi sedikit dapat kita kembalikan kepada jati diri masyarakat yang berbudaya sesuai dengan norma yang hidup di masyarakat. Acara selesai pada pukul 12.00 di tutup oleh Kepala Kankemenag Kabupaten Gunungkidul.(al) 



0 comments:

Posting Komentar

Kritik membangun silahkan, Jangan menebar Fitnah, Gunakan Bahasa Yang Baik dan Sopan, Itu Cermin Pribadi Anda ....

Habib Syeh

Info Haji DIY

Info Lelang

Sertifikasi

Majalah Bakti